Skip to main content

Penyesalan tiada akhir



Nada dering telepon genggam seorang mahasiswa membuat dosen menghentikan presentasi yang sedang berlangsung. Seketika semua mata tertuju pada adit_mahasiswa itu_ membuatnya merasa gerah berada  di ruang berAC tersebut. Dengan muka memerah di rogohnya saku celana untuk mengambil HP yang sudah membuatnya malu hingga ubun-ubun. Ia mendapat kontak ibunya yang tertera di layar HP dan bergegas keluar ruangan, diabaikannya tatapan dosen yang marah.
“Assalamualaikum.” sapa ibu
“walaikumsalam, ada apa bu? Aku sedang di kampus.” katanya lembut
“dit, bisa ndak kamu antar ibu ke rumah sakit?” Pinta ibu
“ maaf bu... adit gak bisa, masih ada presentasi tambahan lagi. Bu adit masuk kelas ya, presentasinya lagi di mulai’’ jawabnya terburu-buru
Ibupun langsung menyudahi percakapan itu dengan penuh pengertian. Adit bergegas memasuki ruang kelas, tapi perasaannya tak enak, ditepisnya perasaan itu dengan yakin “ ah….mungkin ibu hanya terkena penyakit demam biasa”.
***
            Tangan perempuan paruh baya itu gemetar menekan-nekan tombol telepon di genggamannya. Ia berniat menghubungi anak pertamanya dan berharap akan diantarkannya ke rumah sakit. Paras wajah ibu mulai pucat, nafasnya tersengal-sengal. Tanpa sadar, ia memegangi kuat-kuat perut bagian kanannya yang terasa amat nyeri.
###
Suasana sebuah rumah ramai oleh berbagai macam protes yang meluncur dari mulut-mulut kecil. Seluruh penjuru ruangan berantakan bukan main. Mainan-mainan menggunung di pojok ruang, baju sekolah berserakan, pot bunga dan hiasannya tertidur pecah berantakan , sisa-sisa makanan juga berjatuhan di lantai. Terdengar suara ricuh anak-anak kecil.
“pah, aku mau ice cream”
“aku mau cokelat”
“aku mau agar-agar”
Seseorang yang dipanggil papah kerepotan mengganti popok anak bungsunya. Sesekali ia hanya menganggukkan kepala tanda mengiyakan semua permintaan 3 anak kecil itu.
“kringgg…kringg…”
Deringan telepon berbunyi menambah ricuh suasana. Tanpa diperintah, niki- anak sulungnya dengan sigap meraih gagang telepon susah payah.
“Assalamualaikum” sapanya
“Walaikumsalam” jawab si penelpon
“niki, siapa yang menelpon?” teriak papah seraya menghampirinya, ia dengar suara ibu yang khas.
“oh ibu, tadi niki yang terima telepon. Ada apa bu?” tanyanya
“pantas ibu mengenal suara lucunya. Andri,tolong antarkan ibu kerumah sakit ya?” pinta ibu singkat. Belum sempat andri menjawab, suara anak-anaknya terdengar lagi.
“papah….buku PRku enggak ada!!”
“cari dulu di meja belajarmu!!” sahutnya tak kalah keras
“maaf  bu, aku repot di rumah. lisa sedang arisan, anak-anak tidak ada yang menjaga. jadi saya ndak bisa antarkan ibu”jelasnya
“ ya sudah, jaga anakmu hingga lisa pulang” jawab ibu kecewa
            Permintaannya kali ini pun sia-sia. Nyeri di perutnya semakin menjadi-jadi. Ibu terduduk lemas masih memegang telepon di tangan kanannya. Lalu ia teringat untuk menghubungi satu anaknya lagi.
***
            Siang itu udara tidak bersahabat, matahari terlalu terik untuk bersinar. Penghuni bumi kegerahan di buatnya. Satu persatu guru SD Suka Sari mengabsen anak muridnya dengan sabar. Muka masam para murid terlihat jelas.
“pak, kapan berangkatnya? Panas nih” celetuk salahsatu dari mereka
Belum sempat menjawab pertanyaan dari muridnya, Danu sudah disibukkan oleh suara HP tanda panggilan masuk. Alahasil ia menanggapi pertanyaan itu hanya dengan senyuman  dan perlahan menjauh dari kebisingan  anak-anak yang mulai protes. Ibu?? Tak biasanya menelpon, batinnya sebelum menerima panggilan.
“Assalamualaikum… “sapanya
“walaikumsalam” jawab ibu hampir tak terdengar
“ada apa bu?”
“ nak, antarkan ibu ke rumah sakit” pintanya agak memaksa. Mendengar permintaan ibu, ia melirik jam tangannya sesaat dan berfikir “masih ada waktu 2 jam”.
“iya bu, sebentar lagi saya jemput di rumah” jawabnya dengan sigap.
###
Sesampainya di rumah, ibu sedang duduk mematung dengan pandangan kosong. Tapi danu tak menyadari paras perempuan tua itu dengan seksama, karena ia terlalu terburu-buru. Lalu mereka bergegas menuju rumah sakit dengan taksi yang membawanya ke rumah tadi. Di rumah sakit ibu kembali termenung di ruang tunggu. Sedangkan anaknya (danu) tak juga melepaskan telepon genggam dari tangannya. Ia masih sibuk bertoleran dengan lawan bicaranya di telepon.
“iya, secepatnya saya ke sana” jawabnya meyakinkan
            Saat keluar dari ruang periksa seraya membawa kantung obat-obatan, Danu tak sempat menanyakan perihal penyakit apa yang di derita ibu. ibu sempat tersenyum melihat anaknya yang rela mengantarkannya ke rumah sakit, walaupun seharusnya ia berangkat study tour bersama murid-murid sekolah. Guru itu menyadari senyuman ibu, cepat-cepat ia menghampirinya dengan mimik sedih dan berkata
“bus tournya sudah datang, jadi saya ndak bisa antar ibu sampai rumah. Ibu naik taksi saja ya” jelasnya sambil terburu-buru mencari taksi.
            Ibu kembali terdiam dengan mimik wajah yang sulit di tebak. Sesaat kemudian taksi bercat putih datang,dengan perlahan sang ibu di bantu masuk. Kemudian danu memberikan penjelasan singkat kepada supir taksi perihal alamat menuju rumahnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang tarif taksi tersebut.
***
            Di perjalanan, tanpa sadar wanita tua itu menitikkan air matanya. ada gejolak perasaan sedih yang tak mampu ia ungkapkan. tiba-tiba ia menghentikan taksi itu“stop pak”. tanpa bertanya-tanya supir taksi pun menghentikan mobil dan menurunkan penumpangnya. Ibu itu berhenti di trotoar jalan, tempat biasa ia menjemput 3 putranya di waktu yang sangat lampau.
            Terik matahari sangat sempurna, panasnya sampai menembus ubun-ubun para pejalan kaki di siang itu. Terlihat di salah satu sudut jalan perempuan paruh baya sedang duduk tak berdaya sambil memangku sekantung obat dan dompet kulit yang masih terlihat baru. Fikirannya berkelana, seperti video yang memutar kembali kejadian yang pernah ia rekam di otaknya. Kejadian 20 tahun lalu, ketika 3 anak laki-lakinya masuk sekolah dan menjadi satu-satunya yang bisa diharapkan, 3 anak laki-laki yang menjadi penguatnya setelah di tinggal mediang suami, 3 anak laki-laki yang dulu sering merengek-rengek untuk dibelikan sesuatu, 3 anak laki-laki yang saling berebut mainan, 3 anak laki-laki yang dilindunginya, 3 anak laki-laki yang aktif bertanya hingga ia kesulitan untuk menjawab, 3 nak laki-laki yang menegarkan ketika ia limbung di pasir keputus asaan, 3 anak laki-laki yang membuatnya masih bertahan   hingga saat ini, 3 anak laki-laki yang selalu di sisinya.
            Sekarang mereka telah tumbuh dewasa, berkembang dan sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka bukan lagi anak kecil yang selalu disisinya. Ia merindukan mereka, rindu rengekannya, rindu pertengkaran kecilnya, rindu sederet pertanyaan konyolnya, rindu pelukannya. Walaupun ibu sadar, mereka bukan 3 anak kecil lagi tapi 3 laki-laki dewasa yang telah sukses.
            Beberapa pejalan kaki yang melewati trotoar melihatnya dengan iba. Ibu itu memanggil salah satu dari mereka, meminta tolong untuk mengetikkan beberapa kata di layar HPnya, lalu mengirimkan pesan singkat itu kepada 3 anaknya. Dengan amat tenang, perlahan-lahan dipejamkan matanya seraya bersandar di bahu pejalan kaki tersebut. Ia tersenyum membayangi 3 wajah anak laki-lakinya yang kini telah dewasa dan sukses.
***
Di rumah andri
“ papah tadi telepon dari eang ya?” Tanya niki
“ iya nak” jawabnya singkat
“koq eang enggak main kesini” protesnya
“Eang mau ke rumah sakit” lanjutnya
“emang eang sakit apa? Papah enggak anter eang ke rumah sakit?, sekarang eang dimana?bla..bla..” pertanyaan polos niki muncul bertubi-tubi dari mulut kecilnya. Sang ayah tak acuh, masih membaca Koran. Akan tetapi ketika anaknya berkata
“pah…kalau papah udah jadi kakek-kakek, nanti aku yang antar papah ke rumah sakit. Papah ingat enggak? Waktu aku sakit papah yang ngerawat dan bawa aku kerumah sakit. Waktu itu papah gendong aku soalnya badanku lemas banget. Pasti kalau papah udah kakek-kakek dan sakit akan lebih lemas dari pada waktu aku sakit. Aku janji akan antar papah sampai rumah sakit dan langsung sembuh” ceritanya polos
            Andri tertohok mendengar ucapan polos anaknya. Ia langsung teringat perihal permintaan ibu tadi. Ia juga teringat masa lampau ketika sakit, ibu yang merawatnya dengan sabar hingga ia kembali sehat. Kini ibunya sudah tua renta dan sakit-sakitan. Tapi tak ada balasan setimpal yang ia lakukan untuk merawat ibu di usianya yang renta.
            Tepat pada saat itu HPnya bergetar, sebuah pesan masuk dengan kalimat pendek yang membuatnya menitikkan air mata. Ibu!!
***
Gemuruh suara tepukan tangan dan decakkan kagum bergema di sebuah ruangan universitas tersohor.
“presentasi yang lumayan bagus” kagum salah seorang dosen yang jarang memuji.
            Keluarlah ia- mahasiswa yang telah sukses mepresentasikan tugasnya dari ruangan itu dengan senyuman bahagia. Cepat-cepat di rogohnya saku celana untuk mengambil Hp dan berniat mengabarkan berita bahagia ini pada ibu. Pada saat yang bersamaan, sebuah pesan masuk. Ia baca dengan sekejap, jantungnya langsung berdegup kencang tak karuan bahkan lebih kencang dari pada saat ia berpresentasi tadi. Perasaan khawatir, gelisah, takut ia rasakan untuk wanita yang paling dicintainya. Ibu!!
***
            Sekitar 3 jam lamanya bus melaju. Nyanian anak-anak  menghiasi perjalanan yang dipenuhi perasaan bahagia. Tapi tidak untuk danu, matanya menerawang tak jelas, desiran adrenalin sangat terasa, ia gelisah. Baru saja ia bermimpi ibunya tersenyum lalu menghilang kedalam cahaya yang tak bisa ia gapai. Danu masih dalam lamunannya saat Hp bergetar cukup lama. Satu pesan masuk, dibacanya pesan itu. Seketika genggamannya mengendur, mukanya merah padam, ia menunduk gelisah. Beribu-ribu perasaan bersalah menghantui. Ia terhakimi oleh hati dan pantas mendapatkannya. Mendapatkan beribu-ribu perasaan bersalah sampai kapanpun.
            Kejadian beberapa jam lalu berputar kembali di otaknya. ibarat sebuah video, ingin rasanya ia menghapus bagian-bagian yang tak diinginkan, bagian saat ia meninggalkan ibunya seorang diri. Sebuah pesan singkat itu benar-benar telah membuatnya limbung.
***
            Serentak ketiga pria dewasa tersebut membaca sebuah pesan singkat itu di tempat yang berbeda dengan perasaan hati yang sama.
“nak, ibu mohon pulanglah!” sepenggal kalimat seketika menyihir hati mereka, aktifitas penting lainnya terabaikan. Maka mereka sadar, lebih penting berjuta-juta kali seorang ibu dari pada hal lain.
            Sesampai di rumah, mereka berdiri lemas. Langkahnya gontai melihat sosok tubuh yang dikenal terbaring kaku. Muka pucat pasi itu tersenyum tenang membuat 3 laki-laki itu mengutuki diri sendiri. Lalu mereka bersimpuh disamping tubuh sesorang yang paling dicintai. Teringat kembali beribu-ribu kebaikan ibu dan perlakuan mereka yang bertolak belakang, yang membuat hati mereka  semakin remuk.
            Dalam isaknya mereka mengingat-ingat kembali masa-masa bersama ibu. Andri ingat, betapa bahagianya ibu saat ia menikah. Hingga uang simpanan ibu direlakannya hanya untuk acara walimahan tersebut. Danupun ingat, saat ia sering sakit-sakitan ibu yang merawat dan mengantarkannya ke rumah sakit. Bahkan meninggalkan banyak hal penting hanya untuk menemaninya di rumah sakit. Ia menyesal karena sikap yang ia berikan tidak sepadan dengan apa yang didapatkannya dari ibu. Adit, anak bungsunya merasa kehilangan arah. Hanya ibulah yang membuatnya selalu optimis, selalu merasa besar dan mampu. Seseorang yang menjadi pelitanya telah tiada. Kabar gembira untuk ibu hanya bisa ia bisikkan dalam doa. Kakak beradik itu menangis tersedu-sedan. Sedangkan fikiran mereka bertautan dengan banyak hal. Termasuk sebuah penyesalan, penyesalan tiada akhir. 

Comments

Popular posts from this blog

Better Than Love

Ini lagunya Sinna Sherina Munaf, liriknya dalem banget ^^. blogger tau film "Petualangan Serina"? ya...di film itu namanya Sherina M. Darmawan..... "M"nya apa? tau gak? M-nya itu "MELINDA"( haha...jangan percaya!!!). aku nge-fans sama Sherina. dia hebat banget, waktu umurnya masih sangat dini, doi udah nyanyi bareng Westlife (bisa dibilang boyband yang pada zamannya lagi naik daun). semua lagunya okok banget...temasuk yang satu ini :) Seemed impossible, seemed absurd I didn’t even know you before Kept my distance, closing in I don’t mind caressing your skin What did you say, what did you do? Somehow i feel i’m enchanted by you Flying high on a mountain high Suddenly you look as bright as the sky Something old, something new Something i didn’t thought could be true Have I forgotten or have I never Felt like this as light as a feather Not interested in love, but i’m attracted to you I hope that you feel the same way too A little too fast b

posisi bayi melintang, plasenta previa, terlilit tali pusat, tapi bisa lahiran normal?

Bismillah, kita mulai aja ya ceritanya, mumpung baby Nala sedang tidur nih hihi. Sebelumnya, apa kabar para pengantin baru, bumil atau siapapun yg baca postingan ini. Sebenarnya ini lebih ke sharing pengalaman sebagai pengantin baru yg kemudian hamil dan melahirkan. Btw, buat kamu yg pengantin baru dan belum dpt momongan jangan khawatir dan terburu-buru pingin cepet punya momongan ya, jrk normal nikah ke hamil itu maksimalnya 1 thn koq, kalo lebih dari itu tpi blm hamil jg baru cek ke dokter ya. jadi inget dlu tiap tgl mens deg2an karna takut haid wkwk, maklum dlu rasanya mau cepet2 aja. apalagi liat temen2 yg nikahnya gak jauh beda sama kita dan lgsg dikasih "titipan" olehNya, dan tiap tahu kalo haid lgsg agak kecewa gitu rasanya, ada yg gini juga ga? Toss kita sama hihihi. Tapi ternyata ketika sudah hamil, hal itu tidak semudah pertanyaan "kapan?" dari orang-orang sekitar, pokoknya selagi belum "dititipkan" nikmatin pacaran berdua dulu sama suami ya

Persalinan lancar berkah doa asmaul husna

Sorry too late to post hihi,  now day nala lg kuat bgt nennya dan mulai gak mau ditaro di kasur meskipun udh ngantuk wkwkw. Doa kan semoga aku dan nala sehat terus ya,  biar bisa berbagi cerita di blog sebisa mungkin hihi. Bismillah, lanjut ke cerita persalinan. Seperti yang aku ceritakan di postingan sebelumnya,  di usia kandungan 38 weeks aku mulai merasakan mulas. Awalnya gak ada pikiran bahwa itu adalah awal mula kontraksi. apalagi semalam aku memang makan makanan pedas, wajar saja kalo pagi ini perut mules banget rasanya. ketika ke toilet setelah MCK ada lendir darah yang keluar. Setahuku itu adalah salah satu hal yang menandakan dekatnya waktu persalinan. Meski perkiraan dokter HPLnya pertengahan november, tapi hari itu juga tgl 2 november aku lgsg periksa. Pagi itu rasa mulas masih nggak seberapa, muncul hilang dengan jarak yang nggak begitu dekat. "oh kontraksi gini doang toh, kaya sakit diare" gumamku dalam hati. (Ternyata tidak semudah itu fergusooo) Drama di mulai