Jarum jam terus berputar. Bola mataku tak hentinya
melirik kearah jam dinding dan hp yang kupegang. Aku menunggu sms dari mamah. Sebuah
panggilan masuk dengan nama kontak “My Father”. Percakapan panjang di mulai. Lagi-lagi
bapak menyinggung masalah beasiswa itu.
“bapak udah bantu doa, kamu tinggal usaha ya nak”
Bibir ku kelu, aku benar-benar mengabaikan beasiswa itu, bahkan belajarpun tidak. Aku sibuk mengetik dan mengetik. Pagi tadi aku menyampaikan keinginanku pada mamah dalam sebuah pesan singkat, yang setelah kubaca lagi, lebih terlihat seperti memaksa dari pada memohon :-(. Aku ingin membeli laptop atau notebook, tapi uangku belum mencukupi. Sedangkan aku sangat membutuhkannya bulan ini, setelah diberitahu ust falah bahwa dateline bukunya diusahakan akhir buan mei ini. maka aku menyampaikan hal itu pada mamah, awalnya mamah sedikit tidak setuju dengan permintaan ku yang mendadak itu, kata mamah lebih baik uangnya untuk daftar kuliah dulu. tapi aku keras kepala, aku meyakini mamah, bahwa dengan membeli laptop itu akan membantu ku dalam penulisan novel
“nanti Ramadhan aku ganti mah” kata ku dengan yakin
Setelah ku perkirakan, bulan Ramadhan nanti uangku baru mencukupi. Mamah yang mendengarnya terkekeh, aku terus meyakininya
“Enggak usah, itu untuk Hadiah ulang tahunmu” tawa mamah meledak
Beberapa hari lagi aku berusia 19, mamah mengingatnya. Bahkan sudah mempersiapkan hadiahnya. Aku beruntung memiliki ibu sepertinya. Hatinya selembut salju :-)
“bapak udah bantu doa, kamu tinggal usaha ya nak”
Bibir ku kelu, aku benar-benar mengabaikan beasiswa itu, bahkan belajarpun tidak. Aku sibuk mengetik dan mengetik. Pagi tadi aku menyampaikan keinginanku pada mamah dalam sebuah pesan singkat, yang setelah kubaca lagi, lebih terlihat seperti memaksa dari pada memohon :-(. Aku ingin membeli laptop atau notebook, tapi uangku belum mencukupi. Sedangkan aku sangat membutuhkannya bulan ini, setelah diberitahu ust falah bahwa dateline bukunya diusahakan akhir buan mei ini. maka aku menyampaikan hal itu pada mamah, awalnya mamah sedikit tidak setuju dengan permintaan ku yang mendadak itu, kata mamah lebih baik uangnya untuk daftar kuliah dulu. tapi aku keras kepala, aku meyakini mamah, bahwa dengan membeli laptop itu akan membantu ku dalam penulisan novel
“nanti Ramadhan aku ganti mah” kata ku dengan yakin
Setelah ku perkirakan, bulan Ramadhan nanti uangku baru mencukupi. Mamah yang mendengarnya terkekeh, aku terus meyakininya
“Enggak usah, itu untuk Hadiah ulang tahunmu” tawa mamah meledak
Beberapa hari lagi aku berusia 19, mamah mengingatnya. Bahkan sudah mempersiapkan hadiahnya. Aku beruntung memiliki ibu sepertinya. Hatinya selembut salju :-)
Mengingat percakapan ku dengan bapak, bapak terus
menyemangatiku untuk belajar. Aku semakin merasa bersalah. Dulu bapak memang
orang yang paling optimis yang pernah aku kenal, sudah beberapa tahun ini aku
tak melihat matanya yang berbinar-binar, atau ucapannya yang meyakinkan. Ia hanya
termenung dan sering mengatakan hal-hal yang membuatku harus menahan bendungan
air mata.
Tapi tidak seperti kemarin, aku menemukan bapakku yang dulu. yang penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang kuat. Aku merasa bodoh, mendapati diri ini yang tidak mempersiapkan apapun. Kata-kata bapak mencambuk perasaan ku. Aku memang anak yang payah.
“bapak mimpi kamu diterima beasiswa ke jepang” perkataannya membuatku semakin pilu.
Lalu aku mengalihkan pembicaraan itu dengan kesibukanku bulan-bulan ini. lagi-lagi bapak menyemangatiku menulis. Katanya ia ingin membaca novel ku lebih dulu. ia pun ingin membeli sebuah printer untuk mengeprint hasil novel ku. Aku tertawa kecil mendengarnya. Aku member tahunya bahwa sebentar lagi liburan panjang, 20 juli aku akan libur Ramadhan. Bapak malah mengatakan hal yang membuatku terdiam membisu
“nanti tanggal 27 mei ujiannya, kalau kamu lulus kamu langsung ke asrama bahasanya untuk beberapa bulan dan terbang ke jepang.”
“jadi kamu gak sempat pulang ke rumah” tambahnya
Aku hanya terdiam, tidak bersuara cukup lama. hanya ada tawa pelan dari ujung telepon, aku mengontrol suara ku, agar tidak terdengar menangis. Hatiku terenyuh, dengan cepat aku menyudahi telepon yang ditutup dengan pesan bapak yang selalu kuingat.
“bapak bantu doa, kamu bantu Usaha”
Telepon mati, meninggalkan sebuah kalimat yang berputar-putar dikepalaku. Tersedot masuk ke dalam otakku dan menghantam keras perasaaan ku. Mataku berkaca, tapi tak ku biarkan air mata terjatuh.
Entahlah apa yang harus aku lakukan, ujian tinggal menghitung hari, begitu pula dateline tulisanku. Aku tidak menyeimbangi keduanya, hanya focus terhadap tulisan. Aku ingat kalimat ini “usaha tanpa doa, sombong. Doa tanpa usaha, percuma.” Kalau kita mau mencapai hasil yang maksimal ya harus berdoa dan usaha. Keduanya sangat membantu. Bukan hanya bapak yang berharap akan beasiswa itu, aku pun ingin meraihnya. Membahagiakan orang tuaku dan tidak membebaninya.
Ya Tuhan, aku bingung. aku takut membuat orang tuaku kecewa. Aku akan menulis dengan maksimal untuk membuktikan laptop yang ku beli benar-benar aku gunakan dengan baik. aku pun ingin membuktikan kepada bapak, doanya tidak akan sia-sia karena akan aku bantu dengan usaha. Amin T.T
Allah akan memberikan yang terbaik. siapkan hati yang kuat untuk menerima segala kekhendaknya :-)
Tapi tidak seperti kemarin, aku menemukan bapakku yang dulu. yang penuh dengan keyakinan dan kepercayaan diri yang kuat. Aku merasa bodoh, mendapati diri ini yang tidak mempersiapkan apapun. Kata-kata bapak mencambuk perasaan ku. Aku memang anak yang payah.
“bapak mimpi kamu diterima beasiswa ke jepang” perkataannya membuatku semakin pilu.
Lalu aku mengalihkan pembicaraan itu dengan kesibukanku bulan-bulan ini. lagi-lagi bapak menyemangatiku menulis. Katanya ia ingin membaca novel ku lebih dulu. ia pun ingin membeli sebuah printer untuk mengeprint hasil novel ku. Aku tertawa kecil mendengarnya. Aku member tahunya bahwa sebentar lagi liburan panjang, 20 juli aku akan libur Ramadhan. Bapak malah mengatakan hal yang membuatku terdiam membisu
“nanti tanggal 27 mei ujiannya, kalau kamu lulus kamu langsung ke asrama bahasanya untuk beberapa bulan dan terbang ke jepang.”
“jadi kamu gak sempat pulang ke rumah” tambahnya
Aku hanya terdiam, tidak bersuara cukup lama. hanya ada tawa pelan dari ujung telepon, aku mengontrol suara ku, agar tidak terdengar menangis. Hatiku terenyuh, dengan cepat aku menyudahi telepon yang ditutup dengan pesan bapak yang selalu kuingat.
“bapak bantu doa, kamu bantu Usaha”
Telepon mati, meninggalkan sebuah kalimat yang berputar-putar dikepalaku. Tersedot masuk ke dalam otakku dan menghantam keras perasaaan ku. Mataku berkaca, tapi tak ku biarkan air mata terjatuh.
Entahlah apa yang harus aku lakukan, ujian tinggal menghitung hari, begitu pula dateline tulisanku. Aku tidak menyeimbangi keduanya, hanya focus terhadap tulisan. Aku ingat kalimat ini “usaha tanpa doa, sombong. Doa tanpa usaha, percuma.” Kalau kita mau mencapai hasil yang maksimal ya harus berdoa dan usaha. Keduanya sangat membantu. Bukan hanya bapak yang berharap akan beasiswa itu, aku pun ingin meraihnya. Membahagiakan orang tuaku dan tidak membebaninya.
Ya Tuhan, aku bingung. aku takut membuat orang tuaku kecewa. Aku akan menulis dengan maksimal untuk membuktikan laptop yang ku beli benar-benar aku gunakan dengan baik. aku pun ingin membuktikan kepada bapak, doanya tidak akan sia-sia karena akan aku bantu dengan usaha. Amin T.T
Allah akan memberikan yang terbaik. siapkan hati yang kuat untuk menerima segala kekhendaknya :-)
Comments
Post a Comment