Di kelas ada anak yang kalo bersuara seperti berteriak. apalagi kalo dia berteriak, bisa dibayangkan? Semua anak mengeluhkannya. karna kalo sudah waktu hapalan, kelas dipenuhi suaranya saja. Teman-temannya melirik sinis masih dengan mulut komat-kamitnya yang menghapal, ada beberapa yang menegur langsung tapi si anak yang bersuara lantang itu lebih sinis lagi kalo ditegur temannya haha namanya juga anak-anak. Biasanya aku tegur begini "suara nya di pelankan ya, yang hapalan ke depan nggak kedengeran" dia balas senyum-senyum malu
Suatu hari, setelah hari ulang tahunnya dia datang padaku dengan cinta *halaaah koq malah nyanyi haha. Dia cerita katanya anak-anak kelas menegurnya. semuanya, bukan cuma satu atau dua orang. Pasalnya si A bilang ke teman-temannya " hari ini B ulang tahun, siapa yang punya unek-unek sama dia?" semua anak kelas mulai dari C sampai Z bilang dia berisik, dia nyebelin dan kata-kata yang diutarakan semua temannya itu bikin si B ini kesal, sebal, bahkan sampai nangis lalu tumpahlah semuanya ke aku.
Aku tanya "memang di rumah sudah biasa ngomong lantang ya? Ibu, bapak misalnya? " dia ngangguk "oh gitu, wah maklum ya kamu kalo hapalan suaranya kaya orang teriak-teriak hehe" kataku, dia masih diam. "Yaudah gini aja, nanti saya bilang ke temen-temen, kamu itu sudah biasa di rumah begitu. Nggak bisa langsung berubah, butuh proses pelan-pelan. Eh tapi kamu juga harus bisa adaptasi sama temen-temen, kalo udah ada yang negor yah dipelankan suaranya dan jangan lirik-lirik sinis juga" dia mengangguk sambil tersipu
"Eh ngomong-ngomong kamu bukan nya orang Jawa ya? Jawa kan lembut (haha ini sok tau banget) koq suaranya kaya orang Sumatera? (soalnya bapake kalo ngobrol sama saudara padahal berdua tapi kaya seRT wkwk, peace ya org Sumatera. Aku juga keturunan Sumatera koq ^^)" dia diem, cukup lama sampe aku bisa selesain edit photo n upload ke ig wkwk (sempet-sempetnya lohhh)
Pas di ignya ada tulisan Finishing up (yesss dah ke upload) dia mulai ngomong lagi "Aku tinggal di terminal" samar-samar aku dengarnya "Oh deket terminal, terminal mana? Tangerang kan?" tanyaku lagi. "Bukan deket, tapi di terminalnya" jelasnya lagi. Aku diam, agak mikir lama. Dia lanjutin ceritanya sebelum ditanya lagi
"Aku tinggal di terminal, bantuin orang tua jualan kopi, mie rebus, jaga warung gitu miss, tapi aku lebih sering ke pemda anterin kopi sama gorengan kalo pagi dan sore. Orang-orang sana baik-baik miss, suka nyapa aku. Apalagi tau kalo aku di sekolah suka juara hehe" aku nggak komentar, dia lanjut cerita "sebesar ini, kaya gini tempat tinggalnya" katanya sambil merhatiin kamar ku. Aku masih diam, aku bingung mau ngomong apa. Masa iya dia tinggal di terminal. Tempat tinggalnya sebesar kamar ku? Kan kamar ku kecil, ukuran dua orang dengan ranjang tingkat, nggak ada kamar mandinya pula. Emang muat kalo di isi sekeluarga plus warung? Gimana orang tuanya biayain dia yah? Bayaran sebulan di asrama kan lumayan? Pertanyaan-pertanyaan ini yang berputar di kepala.
"Oh gitu, wah rajin ya bantuin orang tua jualan" dia nggak komentar, lanjut cerita lagi " makanya aku jarang di kunjungin, satu semester sekali. Aku juga males di rumah. Kaki aku kalo habis pulang bekasnya jadi begini (sambil nunjukin kakinya yang pecah-pecah dan lecet) Berisik pula, harus teriak-teriak soalnya suara ku kalah sama knalpot bus" katanya lagi. Aku ngangguk- ngangguk "Miss jangan cerita ke temen-temen ya kalo aku tinggal di terminal" lanjutnya " emang kenapa? Kan bantuin orang tua, patut di contoh itu" kataku menyemangatinya "aku nggak mau di kasihani" Deg, aku nggak nyangka dia bakal jawab begitu.
Aku senyum, aku pastiin aku kasih senyum yang paling manis ke dia. Bangga banget, dia punya motivasi tinggi belajar di sini dengan segala keterbatasan. Setau ku anak-anak kelas kebanyakan hidup berkecukupan dan penuh perhatian dari orang tuanya, nggak pernah telat dikunjungi orang tuanya, kalopun pernah pasti diganti transfer uang. "Kamu hebat loh, kamu bisa jadi contoh temen-temen. Kalo temen kamu tau mungkin mereka bangga dan maklumin suara kamu itu lantang. Saya bangga sama kamu, kamu nggak pernah ngeluh pula" dia nggak komentar, cuma senyum "cuma miss loh yang tau, aku nggak pernah cerita ke wali kelas sebelumnya. Oia sama teman sebangku ku, dia juga udah tau. Jangan bilang-bilang ya miss" aku mengangguk mantap.
Tenang, miss nggak akan bilang ke teman-teman. Tapi cerita mu harus ada di blog, karena ini menginspirasi, sangat menginspirasi. Sekarang yang ada di pikiran ku bukan tentang bagaimana orang tuanya membiayainya? Tapi bagaimana dia bertahan sampai sejauh ini. Selagi ada kemauan, disana ada jalan. Mungkin selama ini biaya dan kebutuhannya ada yang menanggung, yang ku tahu dia tetap giat, bahkan berprestasi diatas keterbatasannya.
Semenjak itu ku pastikan seorang pun nggak akan ada lagi yang menegurnya berisik. Sebelumnya aku arahkan anak-anak, kemudian dia. Semuanya punya cara masing-masing dalam menghapal, harus bisa ngaji rasa. Kalo di rasa mengganggu yang lain, kita yang harus mengalah, pindah tempat misalnya atau pelankan suara. Ahh anak-anak, jadi warna banget di kehidupan remaja ku, whattt remaja? -___-
Comments
Post a Comment